Kamis, 23 Desember 2010

Pemanenan Air Hujan

Pemanenan air hujan adalah mengumpulkan tetesan air hujan. Dalam hal ini digunakan atap untuk mengumpulkan air hujan. Air hujan kemudian mengalir sepanjang talang (gutter), dan masuk ke dalam suatu tangki pengumpul. Ukuran tangki adalah tergantung jumlah dan tujuan air digunakan tetapi perlu juga mempertimbangkan curah hujan tahunan dan ukuran atap ukuran normal suatu tangki untuk atap 20-40 m2 adalah 10 m3. Air yang dikumpulkan dapat digunakan untuk irigasi skala kecil (seperti berkebun,dll.), mencuci pakaian, mandi dan air baku untuk minum dan persiapan makanan. Penggunaan air hujan yang dipanen biasanya pada suatu daerah di mana tidak ada penyaluran air bersih perpipaan, sumur gali tidak berfungsi (tidak adanya lapisan air tanah yang dapat dijangkau) atau terpaksa menggunakan air keruh karena air hasil olahan yang pantas digunakan terlalu mahal, pemanenan air hujan bisa merupakan suatu solusi baik (Aryanti, 2004).
Pemanenan air hujan (rainwater harvesting) sudah banyak dilakukan sejak lama, khususnya di pedesaan di mana sumber air lainnya, yaitu air tanah tidak mencukupi, atau pengadaanya terlalu mahal. Pemanenan air hujan digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan ternak, terutama menjelang dan selama musim kemarau panjang. Cara yang dilakukan yaitu dengan pengumpulan air hujan yang mengucur dari atap rumah. Untuk skala besar pemanenan air hujan dapat dilakukan didaerah tangkapan air. (Suripin 2002). Lebih dari tiga abad yang lalu penampungan air hujandengan menggunakan atap rumah dan bak cadangan menjadi sumber kebutuhan persediaan air dibeberapa pulau diwilayah Caribbean. Selama perang dunia kedua, beberapa lapangan terbang juga diubah menjadi tempat penampungan air hujan, diperkirakan lebih dari 500.000 orang di beberapa pulau wilayah Caribbean tergantung pada persediaan penampungan air hujan dengan menggunakan atap rumah. Di beberapa negara besar dipusat dan selatan Amerika seperti Honduras, Brazil, dan Paraguay, pemanenan air hujan sebagai sesuatu yang penting didalam kebutuhan suplai air, terutama didaerah pedesaan. (Torres, 2006).
Air hujan yang berkualitas baik dapat dikumpulkan dari air hujan yang berasal dari atas atap rumah. Tentu saja atap rumah yang bersih dan terbuat dari bahan yang tahan erosi, misalnya genteng yang dilapisi aluminium atau semen, atau sirap. Demikian juga, bak penampung juga harus bersih. Sebaliknya air yang berasal dari hujan pada awal musim hujan dibuang, tidak dimasukkan dalam bak penampung. Hal ini dimaksudkan bahwa pada awal musim hujan, atap masih kotor. Untuk pemanenan air hujan yang lebih besar dapat dilakukan dengan menampung aliran permukaan dari suatu kawasan dalam suatu bak penampung. Besarnya air hujan yang dapat dipanen tergantung pada topografi dan kemampuan tanah atas pada lahan untuk menahan air (Suripin,2002).
Secara garis besar, ada tiga komponen dalam alat pemanenan air hujan ini. Collector berupa atap bangunan, conveyor sebagai saluran air, dan storage berupa tangki penyimpanan air. Awalnya, air hujan akan menerpa atap bangunan dan terkumpul melalui talang (gutter) di sekeliling bangunan. Agar terhindar dari pencemaran, dinding atap itu tidak boleh menggunakan bahan asbes serta jangan mengalami pengecatan yang mengandung unsur yang mungkin mencemari air, seperti chrome, besi atau metal. Atap sebaliknya juga tidak terganggu oleh pepohonan, sehingga tidak ada dedaunan atau kotoran hewan yang ikut mengalir melalui conveyor. Sebagai proses pembersihan awal, perlu dipasang alat penyaring ditengah conveyor sebelum air hujan mengalir ke tangki penyimpanan. (Aryanti, 2004). Cara yang digunakan untuk memanen air hujan juga beranekaragam, seperti dapat dilihat pada gambar 2.1 Bak penampung air hujan di daerah pedesaan di Gunungkidul menggunakan bahan batu padas yang dilapisi campuran pasir dan semen. Konstruksi mudah pembuatannya dan bahan mudah diperoleh. Sedangkan untuk beberapa negara, bak penampungan air hujan ada yang terbuat dari struktur steel sheet form, dibungkus dengan kawat jala, dan penutup galvanized. Struktur seperti ini dapat memperkecil kontaminasi dari luar.



Gambar 2.2 menunjukkan jenis bak penampungan air hujan yang sebagian besar konstruksinya berada di bawah tanah, hanya sebagian yang berada di permukaan tanah. Konstruksi ini terlihat lebih menghemat lahan karena tidak semua konstruksinya berada di permukaan tanah. Keuntungan dari bak jenis ini adalah pada waktu pembuatannya tidak memerlukan dinding pembantu untuk menegakkan dinding bak, selain itu penggunaan lime (kapur) lebih elastis dari pada semen. Bak air hujan yang terdapat di desa Pinto Makmur sebagian besar merupakan bak penampung air hujan yang tidak sepenuhnya menggunakan konstruksi penutup, sehingga kemungkinan besar kotoran dan nyamuk masih dapat masuk ke dalam bak.

Kualitas Air Hujan

Batas nilai rata-rata pH air hujan adalah 5,6 merupakan nilai yang dianggap normal atau hujan alami seperti yang telah disepakati secara internasional oleh badan dunia WMO (World Meteorological Organization). Apabila pH air hujan lebih rendah dari 5,6 maka hujan bersifat asam, atau sering disebut dengan hujan asam dan apabila pH air hujan lebih besar 5,6 maka hujan bersifat basa. Dampak hujan yang bersifat asam dapat mengikis bangunan/gedung atau bersifat korosif terhadap bahan bangunan, merusak kehidupan biota di danau- danau, dan aliran sungai (Aryanti, 2004). Sifat hujan yang agak asam disebabkan karena terlarutnya asam karbonat (H2CO3) yang terbentuk dari gas CO2 di dalam air hujan. Asam karbonat itu bersifat asam yang lemah sehingga pH air hujan tidak rendah, Apabila air hujan tercemar oleh asam yang kuat, pH air hujan turun di bawah 5,6 hujan demikian disebut hujan asam. Istilah hujan asam sebenarnya kurang tepat, yang tepat adalah deposisi asam.
Deposisi asam ada dua jenis, yaitu deposisi kering dan deposisi basah. Deposisi kering adalah peristiwa terkenanya benda dan mahluk hidup oleh asam yang ada di dalam udara. Ini dapat terjadi di daerah perkotaan karena pencemaran udara dari lalu lintas yang berat dan di daerah yang langsung terkena udara yang tercemar dari pabrik. Dapat pula terjadi perbukitan yang terkena angin membawa yang mengandung asam. Deposisi kering biasanya terjadi di tempat dekat sumber pencemaran.

Deposisi basah adalah turunnya asam dalam bentuk hujan. Hal ini terjadi apabila asam di dalam udara larut di dalam butir-butir air di dalam awan. Jika turun hujan dari awan itu, air hujan bersifat asam. Asam itu terhujankan atau rainout. Deposisi basah dapat pula terjadi karena hujan turun melalui udara yang mengandung asam sehingga asam itu larut ke dalam air hujan dan turun ke bumi. Asam itu tercuci atau wash-out. Deposisi basah dapat terjadi di daerah yang jauh dari sumber pencemaran (Soemarwoto, 1992)

Air hujan


Air  hujan  adalah  air  yang  menguap  karena  panas  dan  dengan  proses kondensasi  (perubahan uap air menjadi tetes air yang sangat kecil) membentuk tetes air yang lebih besar kemudian jatuh kembali ke permukan bumi. Pada waktu berbentuk uap air terjadi proses  transportasi (pengangkutan uap air oleh angin menuju  daerah  tertentu  yang  akan  terjadi  hujan).  Ketika  proses  transportasi tersebut uap air tercampur dan melarutkan gas-gas oksigen, nitrogen, karbondioksida, debu, dan senyawa lain. Karena itulah, air hujan juga mengandung debu, bakteri, serta berbagai senyawa yang  terdapat dalam udara. Jadi kualitas air hujan juga banyak dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya.
Air hujan diduga mengandung lebih banyak gas-gas daripada air tanah,  terutama kandungan CO2 dan O2. Air hujan biasanya tidak mengandung garam-garam mineral, zat-zat racun, atau zat yang dapat mengandung kesehatan. Karena itu hujan yang bersih  dapat digunakan sebagai air minum apalagi untuk keperluan mandi. Air hujan termasuk air lunak.


 Air  atmosfir  dalam  keadaan  murni  sangat  bersih,  tetapi  sering  terjadi pengotoran   karena  industri,  debu  dan  sebagainya. Oleh  karena  itu  untuk menjadikan air hujan sebagai air minum hendaknya pada waktu menampung air hujan  jangan  dimulai  pada  saat   hujan  mulai  turun,  karena  masih  banyak mengandung kotoran. Air hujan memiliki sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur  maupun  bak-bak  reservoir,  sehingga  hal  ini  mempercepat  terjadinya karatan (korosi) air hujan juga memiliki sifat lunak, sehingga boros  terhadap pemakaian sabun (Waluyo, 2005).
Untuk beberapa  orang,  rasa  air  hujan  dianggap  tidak  enak  atau  terasa hambar. Hal  ini  mungkin karena air hujan tidak banyak mengandung garam- garam tetapi banyak mengandung gas. Dibandingkan  dengan  air  minum  biasa,  air  hujan  mempunyai  sedikit kelemahan  yaitu kandungan garam-garam. Bila perlu ke dalam air hujan dapat ditambahkan atau dibubuhi  garam. Karena beberapa garam juga terdapat dalam bahan makanan kita, sedang garam dapur  selalu ditambahkan dalam persiapan hidangan, maka dalam prakteknya bila dibubuhkan kapur saja sudah cukup. Kapur yang  dapat  digunakan  adalah  kapur-kapur  yang  banyak  didapat  di  pedagang- pedagang  bahan  bangunan.  Sebelum  digunakan  kapur  disaring  sehingga  baik batu/kerikil serta kotoran lain dapat dipisahkan. Jumlah kapur yang ditambahkan adalah  25-100  mg/liter  (Hadi, 1973  dalam Winarno,1996). Bila penambahan terlalu banyak rasa air akan menjadi pahit.